Kamis, 21 Mei 2015

BAB V



HUKUM PERJANJIAN


   A.    Pengertian Hukum Perjanjian
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, yaitu
-     Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
-          J.Satrio mengemukakan bahwa perjanjian mempunyai dua arti yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain sebagainya.  Sedangkan dalam artian sempit perjanjian berarti hanya ditunjukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh Buku III KUH Perdata.

   B.     Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-kklausulnya dimana para pihka lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorang pun dibuat menjadi lebih buruk.
Dan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memperburuk.



   C.     Macam-Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut :
a.       Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan Perjanjian dengan Beban.
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri . (Pasal 1314 ayat (2) KUH Perdata). Sedangkan Perjanjian dengan Beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
b.      Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Sedangkan Perjanjian Timbal Balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c.       Perjanjian Konsensuil, Formal, dan Riil
Perjanjian Konsensuil ialah pejanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian Formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian Riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d.      Perjanjian Bernama, Tidak Bernama, dan Campuran
Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana Undang-Undang telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai Bab XIII KUH Perdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.

   D.    Syarat-Syarat Sah Perjanjian
Suatu kontrak diangggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu, timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Didalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.

3.      Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki suatu objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4.      Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dlam akta perjanjian, sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Namun, apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.


   E.     Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapn saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
1.      Kesempatan penarikan kembali penawaran
2.      Penentuann resiko
3.      Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4.      Menentukan tempat terjadinya perjanjian


   F.      Pelaksanaan Perjanjian
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUH Perdata menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam Pasal 1338 dampai dengan Pasal 1341 KUH Perdata. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu.

0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates