Kamis, 21 Mei 2015

BAB VI



HUKUM DAGANG


   A.    Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis).

   B.     Berlakunnya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap belaku sampai pemerintah Indonesia  membelakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia KUH Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu modifikasi hukum.
Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadapa permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam modifikasi KUH Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi KUH Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam KUH Dagang.

   C.     Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara bersama-sama atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan yang sudah besar, memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu :
1.      Pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan peusahaan.
2.      Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, notaris, makelar,dan komisioner.

   D.    Pengusaha dan Kewajibannya
1. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya.
2.    Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan.
3.     Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki-laki dan perempuan.
4.  Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan.
5.      Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat/libur pada saat libur resmi.
6.   Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
7.    Wajib mengikut sertakan pekerja dalam program Jamsostek

   E.     Bentuk-Bentuk Badan Usaha
1.      Perusahaan Perorangan
Perusahaan perorangan adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang sehingga semua keuntungan yang didapatkan akan menjadi haknya secara penuh dan jika terdapat kerugian maka yang bersangkutan harus menanggung resiko tersebut secara sendiri
2.      Firma
Firma adalah bentuk badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan nama bersama atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua anggota bertanggung jawab sepenuhnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan terhadap pihak lainnya.
3.      Persekutuan Komanditer (Commanditer Vennootschap)
Persekutuan komanditer adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang sekutu yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan.
4.      Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas (PT/NV atau Naamloze Vennootschap) adalah suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak serta kewajiban para pendiri maupun pemilik.
5.      Koperasi
Menurut UU no. 25 Tahun 1992, koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.
6.      Yayasan
Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang.
7.      Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang-Undang.

BAB V



HUKUM PERJANJIAN


   A.    Pengertian Hukum Perjanjian
Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, yaitu
-     Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
-          J.Satrio mengemukakan bahwa perjanjian mempunyai dua arti yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain sebagainya.  Sedangkan dalam artian sempit perjanjian berarti hanya ditunjukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh Buku III KUH Perdata.

   B.     Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-kklausulnya dimana para pihka lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-klausul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorang pun dibuat menjadi lebih buruk.
Dan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memperburuk.



   C.     Macam-Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut :
a.       Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan Perjanjian dengan Beban.
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri . (Pasal 1314 ayat (2) KUH Perdata). Sedangkan Perjanjian dengan Beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
b.      Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja. Sedangkan Perjanjian Timbal Balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c.       Perjanjian Konsensuil, Formal, dan Riil
Perjanjian Konsensuil ialah pejanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian Formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian Riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d.      Perjanjian Bernama, Tidak Bernama, dan Campuran
Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana Undang-Undang telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai Bab XIII KUH Perdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.

   D.    Syarat-Syarat Sah Perjanjian
Suatu kontrak diangggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu, timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Didalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.

3.      Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki suatu objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4.      Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dlam akta perjanjian, sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Namun, apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.


   E.     Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapn saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
1.      Kesempatan penarikan kembali penawaran
2.      Penentuann resiko
3.      Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4.      Menentukan tempat terjadinya perjanjian


   F.      Pelaksanaan Perjanjian
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUH Perdata menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam Pasal 1338 dampai dengan Pasal 1341 KUH Perdata. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu.

BAB IV



HUKUM PERIKATAN


   A.    Definisi Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda, disebut “ver bintesis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti, hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, atau meinggalnya seseorang. Dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan, atau letak rumah yang bersusun. Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupann bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi “akibat hukum”.

   B.     Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata tedapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata : “Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).
a.       Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya diluar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang bedampingan. Diluar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan diatas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu: kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber-sumber perikatan.
b.      Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan mannusia.
3.      Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwarneming).

   C.     Azas-Azas dalam Hukum Perikatan
Azas-azas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1.      Azas Kebebasan Berkontrak
Azas Kebebasan Berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yanng membuatnya.
2.      Azas Konsensualisme
Azas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

   D.    Wanprestasi (Ingkar Janji)
Wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wanprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1.      Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
3.      Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
4.      Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

   E.     Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 7 cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut:
a.       Pembaharuan utang (inovatie)
b.      Perjumpaan hutang (kompensasi)
c.       Pembebasan hutang
d.      Musnahnya barang yang terutang
e.       Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan
f.       Syarat yang membatalkan
g.      Kadaluwarsa

By :
Free Blog Templates