BEKERJA
ATAU USAHA DALAM PENGENTASAN PENGANGGURAN ?
Di era sekarang ini, masalah pengangguran merupakan
salah satu hal yang menjadi perhatian di tiap negara. Tidak hanya
Indonesia, di negara-negara Eropa, bahkan di negeri super adidaya yaitu Amerika
Serikat juga mengalami kendala dalam menghadapi masalah pengangguran. Hal itu
terjadi sebagai dampak dari peningkatan penduduk yang begitu cepat tanpa di
dukung dengan penciptaan lapangan kerja yang seimbang.
Masalah pengangguran menjadi sedikit terpecahkan
apabila muncul keinginan untuk menciptakan lapangan usaha sendiri atau
berwiraswasta yang berhasil. Cara ini sebenarnya berpeluang besar dalam
mengurangi pengangguran dalam masyarakat, karena dalam berwiraswasta tidak
menuntut pendidikan yang tinggi. Namun biasanya yang dibutuhkan hanya sedikit
modal dan keuletan dalam menjalankan usahanya.
Mengurangi jumlah pengangguran dan berdampak pada perekonomian,
tidak hanya itu, cara lain adalah dengan kewirausahaan yang memiliki peranan
penting dalam segala dimensi kehidupan. Sumbangan kewirausahaan terhadap
pembangunan ekonomi suatu negara tidaklah disangsikan lagi. Suatu negara agar
dapat berkembang dan dapat membangun secara ideal, harus memiliki wirausahawan
sebesar 2% dari jumlah penduduk. Kehadiran dan peranan wirausaha akan
memberikan pengaruh terhadap kemajuan perekonomian dan perbaikan pada keadaan
ekonomi. Karena wirausaha dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, meningkatkan pemerataan pendapatan, memanfaatkan dan
memobilisasi sumberdaya untuk meningkatkan produktivitas nasional,sektor
informal merupakan alternatif yang dapat membantu menyerap pengangguran.
Wirausaha dapat menjadi alternatif dalam usaha pengentasan
kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah diharapkan dapat mendukung kemajuan
kewirausahaan dengan cara memberikan bantuan modal sehingga wirausahawan dapat
mendirikan usaha tanpa halangan mengenai biaya modal. Pencari lapangan kerja
yang semula hanya berminat pada sektor formal juga diharapkan merubah pandangannya
dan beralih pada sektor informal yaitu wirausaha.
Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk
sebuah model bisnis baru yang
bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan
keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang
diajukan dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat.Mereka
seperti seseorang yang sedang menabung dalam jangka panjang karena usaha mereka
memerlukan waktu dan proses yang lama untuk dapat terlihat hasilnya.
Seorang wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal.
Secara internal seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat
kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta
meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan
dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya
tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha,
tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang.
Menurunnya tingkat pengangguran berdampak terhadap naiknya pendapatan
perkapita
dan daya beli masyarakat, serta tumbuhnya perekonomian secara nasional. Selain
itu, berdampak pula terhadap menurunnya tingkat kriminalitas yang biasanya
ditimbulkan oleh karena tingginya pengangguran.
Salah satu cara yang paling konstruktif dalam merealisasikan visi
kesejahteraan lahir dan bathin bagi masyarakat yang sebagian masih berada di
garis kemiskinan, adalah dengan menggunakan sumber daya manusia secara efisien
dan produktif dengan suatu cara yang membuat setiap individu mampu
mempergunakan kemampuan artistik dan kreatif yang dimiliki oleh setiap individu
tersebut dalam merealisasikan kesejahteraan mereka masing-masing. Hal ini tidak
akan dapat dicapai jika tingkat pengangguran dan semi pengangguran yang tinggi
tetap berlangsung.
Salah satu instrumen kebijakan yang digunakan untuk mengurangi
tingkat pengangguran dan semi pengangguran adalah dengan ekspansi dan pendirian
usaha-usaha berskala menengah dan besar yang padat modal. Hal itu menuntut
Pemerintah Daerah, pada masa otonomi daerah saat ini, untuk memberikan
kemudahan investasi bagi para investor, sehingga dapat menjadi lokomotif
perekonomian daerah. Namun perlu disadari, bahwa perusahaan-perusahaan besar yang
padat modal tidak mampu menyediakan banyak peluang kerja bagi angkatan kerja.
Kondisi tersebut disebabkan karena jumlah angkatan kerja lebih besar dari
kapasitas perusahaan-perusahaan tersebut, serta kondisi pencari kerja yang
tidak memiliki keahlian dalam menjalankan teknologi industri yang sedemikian
kompleks. Dengan demikian, maka hal yang patut dilakukan adalah ekspansi
peluang-peluang wirausaha dengan mengembangkan industri kecil dan mikro.
Pada saat ini, berkembang kesadaran bahwa strategi yang memilih
industrialisasi modern skala besar yang padat modal pada periode yang lalu
telah gagal memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan dan pengangguran global.
Dari beberapa studi yang dilakukan oleh para Ahli dari Michigan State University di
beberapa negara menunjukkan adanya kontribusi besar yang dapat disumbangkan
oleh industri kecil dan mikro pada lapangan kerja dan penghasilan (Chapra,
2000).
Beberapa negara maju, seperti Italia, Jerman, dan Jepang, malah
lebih dahulu menyadari potensi usaha mikro dan kecil dalam menciptakan lapangan
kerja, serta memperkenalkan tindakan-tindakan untuk menggalakkan industri mikro
dan kecil dengan konsep kemitraan dengan industri menengah dan besar (Perry,
1999).
Sebagaimana yang terjadi di berbagai daerah, angka pencari kerja
meningkat dari tahun ke tahun. Namun, pertambahan kesempatan kerja tidak
meningkat dengan signifikan. Sehingga angka pengangguran terus bertambah. Oleh
karena itu, Pemerintah Daerah, sebagai pemegang otonomi di daerah, seharusnya
mampu membuat kebijakan yang dapat mengembangkan usaha skala mikro dan kecil di
daerahnya, bukan hanya mengejar pendirian usaha-usaha berskala besar dan
menengah. Dengan demikian, diharapkan, dapat memperluas kesempatan kerja dan
peluang berwirausaha bagi seluruh masyarakat. Pendirian usaha mikro dan kecil
yang padat karya akan membantu penyediaan lapangan kerja produktif bagi semua
anggota masyarakat sehingga akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Upaya beberapa Pemerintah Daerah,
saat ini, membuat kebijakan peningkatan upah minimum daerah bukanlah
satu-satunya jalan bagi pengurangan kemiskinan. Karena, hal itu, seringkali
menjadi kontra produktif bagi sebuah perusahaan atau industri, dengan alasan menambah
ongkos produksi. Sedangkan, kesempatan berwirausaha jika dikelola dengan baik
akan mempunyai potensi lebih besar dalam meningkatkan basis-basis asset
individual daripada sekedar menerima upah sebagai pekerja.
Hal klasik yang selalu
dipersoalkan mengapa pelaku usaha kecil dan mikro, tidak dapat berkembang
adalah karena tidak tersedianya sumber dana sebagai modal guna menjalankan
usahanya. Apabila dikaji secara mendalam, sebenarnya dana saja tidak cukup
untuk mengembangkan sebuah usaha. Jika kita lihat sebelumnya, berapa banyak
program bantuan dana berupa pinjaman yang dikucurkan pemerintah pusat untuk
mengembangkan berbagai usaha sektor mikro dan kecil yang tidak membawa hasil
tetapi malah membuat usaha yang telah berjalan menjadi gulung tikar. Kondisi
tersebut terjadi karena ketidakmampuan pelaku usaha kecil dan mikro bersaing
dalam mengembangkan usaha. Sehingga, akhirnya, pinjaman dana yang diperoleh
malah menjadi beban yang memberatkan usaha yang telah dijalankan sebelumnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
bentuk kemitraan yang bertujuan agar para pelaku usaha mikro tidak
terpinggirkan, tetapi dapat diberdayakan sebagai salah satu pilar pembangunan
di berbagai daerah. Kemitraan tersebut dibangun dalam satu kondisi pasar yang
sehat. Sebenarnya, pada masa lalu, telah banyak dibuat berbagai macam program
kemitraan untuk mengembangkan usaha mikro guna mengentaskan kemiskinan. Namun
sebagian besar program kemitraan itu tidak berumur panjang, yang bergema hanya
pada saat pencanangan program dan kemudian menghilang begitu saja seiring
berjalannya waktu.
Walaupun demikian, ada beberapa
program kemitraan yang berumur cukup panjang dan dapat menjadi pelajaran dalam
membuat program-program kemitraan sebagai upaya memberdayakan dan memperkuat
usaha mikro dalam pembangunan sosial ekonomi di berbagai daerah.
Prioritas pembangunan nasional
yang dijabarkan dalam RPJM 2010-2014 terdapat 11
butir, antara lain penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan
rakyat. Yang disebut
terakhir menuntut tidak hanya
pertumbuhan ekonomi tinggi, namun juga pertumbuhan ekonomi berkualitas
(inklusif) dan berkeadilan. Tantangan utama pembangunan ke depan tentu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Sejak 2005, rata-rata setiap satu persen
pertumbuhan ekonomi dapat
menyerap tenaga kerja baru sekitar 400.000 orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan makin meningkat sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah dalam mening-katkan investasi melalui
perbaikan infrastruktur dan berbagai
kebijakan lainnya.
Implementasi program-program ini terus dilakukan untuk memberikan akses yang lebih
luas kepada kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah, agar dapat menikmati hasil-hasil pembangunan. Dilanjutkannya berbagai langkah antara lain
melalui pemberian subsidi, bantuan
sosial, program keluarga harapan (PKH), PNPM Mandiri, dan dana
penjaminan kredit/pembiayaan
bagi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan koperasi melalui program kredit usaha rakyat (KUR). Program ini, apabila dilaksanakan dengan benar dan tepat sasaran, dapat membantu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang tidak atau belum mampu dipenuhi dari kemampuan mereka sendiri.
Berbagai program dan upaya harus terus dilaksanakan pemerintah, seperti perluasan
kesempatan kerja, pemberian subsidi, bantuan
sosial dan lain-lain.Ini penting untuk mengurangi
pengangguran di Indonesia. Begitu juga untuk menciptakan pembangunan ekonomi
berkualitas dan berkeadilan, berbagai langkah perlu dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Tentu untuk
merealisasikannya diperlukan
penyempurnaan peraturan mengenai ketenagakerjaan, pelaksanaan negosiasi tripartit, serta penyusunan standar kompetensi, penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri.
Kesimpulan
Mengatasi masalah pengangguran memang membutuhkan
peran serta banyak pihak. Pengangguran merupakan masalah ekonomi yang bisa
berdampak menjadi masalah sosial. Kebutuhan akan pekerjaan terkait erat akan
kebutuhan masyarakat dalam memenuhi hajat hidupnya. Untuk itu dalam masalah
pengangguran ini diperlukan koordinasi yang terpadu antara pemerintah, dunia
usaha dan dunia pendidikan.
Masalah pengangguran menjadi sedikit terpecahkan
apabila muncul keinginan untuk menciptakan lapangan usaha sendiri atau
berwiraswasta yang berhasil. Cara ini sebenarnya berpeluang besar dalam
mengurangi pengangguran dalam masyarakat, karena dalam berwiraswasta tidak
menuntut pendidikan yang tinggi. Namun biasanya yang dibutuhkan hanya sedikit
modal dan keuletan dalam menjalankan usahanya.
Kehadiran dan peranan wirausaha akan memberikan pengaruh terhadap
kemajuan perekonomian dan perbaikan pada keadaan ekonomi. Karena wirausaha
dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas hidup masyarakat,
meningkatkan pemerataan pendapatan, memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya
untuk meningkatkan produktivitas nasional,sektor informal merupakan alternatif
yang dapat membantu menyerap pengangguran.
Jadi, jawaban atau solusi untuk masalah pengentasan
pengangguran adalah berwirausaha mikro dengan modal ringan untuk menabung dalam
jangka panjang, karena usaha mikro butuh proses dan pengembangan usaha dalam
jangka waktu yang lama.
0 komentar:
Posting Komentar