Selasa, 26 November 2013

BEKERJA ATAU USAHA DALAM PENGENTASAN PENGANGGURAN ?



BEKERJA ATAU USAHA DALAM PENGENTASAN PENGANGGURAN ?


Di era sekarang ini, masalah pengangguran merupakan salah satu hal  yang menjadi perhatian di tiap negara. Tidak hanya Indonesia, di negara-negara Eropa, bahkan di negeri super adidaya yaitu Amerika Serikat juga mengalami kendala dalam menghadapi masalah pengangguran. Hal itu terjadi sebagai dampak dari peningkatan penduduk yang begitu cepat tanpa di dukung dengan penciptaan lapangan kerja yang seimbang.

Masalah pengangguran menjadi sedikit terpecahkan apabila muncul keinginan untuk menciptakan lapangan usaha sendiri atau berwiraswasta yang berhasil. Cara ini sebenarnya berpeluang besar dalam mengurangi pengangguran dalam masyarakat, karena dalam berwiraswasta tidak menuntut pendidikan yang tinggi. Namun biasanya yang dibutuhkan hanya sedikit modal dan keuletan dalam menjalankan usahanya.

Mengurangi jumlah pengangguran dan berdampak pada perekonomian, tidak hanya itu, cara lain adalah dengan kewirausahaan yang memiliki peranan penting dalam segala dimensi kehidupan. Sumbangan kewirausahaan terhadap pembangunan ekonomi suatu negara tidaklah disangsikan lagi. Suatu negara agar dapat berkembang dan dapat membangun secara ideal, harus memiliki wirausahawan sebesar 2% dari jumlah penduduk. Kehadiran dan peranan wirausaha akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan perekonomian dan perbaikan pada keadaan ekonomi. Karena wirausaha dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan pemerataan pendapatan, memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya untuk meningkatkan produktivitas nasional,sektor informal merupakan alternatif yang dapat membantu menyerap pengangguran.

Wirausaha dapat menjadi alternatif dalam usaha pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah diharapkan dapat mendukung kemajuan kewirausahaan dengan cara memberikan bantuan modal sehingga wirausahawan dapat mendirikan usaha tanpa halangan mengenai biaya modal. Pencari lapangan kerja yang semula hanya berminat pada sektor formal juga diharapkan merubah pandangannya dan beralih pada sektor informal yaitu wirausaha.

Wirausaha sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru yang bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukan keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, melainkan bagaimana gagasan yang diajukan dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat.Mereka seperti seseorang yang sedang menabung dalam jangka panjang karena usaha mereka memerlukan waktu dan proses yang lama untuk dapat terlihat hasilnya.

Seorang wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang.

Menurunnya tingkat pengangguran berdampak terhadap naiknya pendapatan perkapita dan daya beli masyarakat, serta tumbuhnya perekonomian secara nasional. Selain itu, berdampak pula terhadap menurunnya tingkat kriminalitas yang biasanya ditimbulkan oleh karena tingginya pengangguran.

Salah satu cara yang paling konstruktif dalam merealisasikan visi kesejahteraan lahir dan bathin bagi masyarakat yang sebagian masih berada di garis kemiskinan, adalah dengan menggunakan sumber daya manusia secara efisien dan produktif dengan suatu cara yang membuat setiap individu mampu mempergunakan kemampuan artistik dan kreatif yang dimiliki oleh setiap individu tersebut dalam merealisasikan kesejahteraan mereka masing-masing. Hal ini tidak akan dapat dicapai jika tingkat pengangguran dan semi pengangguran yang tinggi tetap berlangsung.

Salah satu instrumen kebijakan yang digunakan untuk mengurangi tingkat pengangguran dan semi pengangguran adalah dengan ekspansi dan pendirian usaha-usaha berskala menengah dan besar yang padat modal. Hal itu menuntut Pemerintah Daerah, pada masa otonomi daerah saat ini, untuk memberikan kemudahan investasi bagi para investor, sehingga dapat menjadi lokomotif perekonomian daerah. Namun perlu disadari, bahwa perusahaan-perusahaan besar yang padat modal tidak mampu menyediakan banyak peluang kerja bagi angkatan kerja. Kondisi tersebut disebabkan karena jumlah angkatan kerja lebih besar dari kapasitas perusahaan-perusahaan tersebut, serta kondisi pencari kerja yang tidak memiliki keahlian dalam menjalankan teknologi industri yang sedemikian kompleks. Dengan demikian, maka hal yang patut dilakukan adalah ekspansi peluang-peluang wirausaha dengan mengembangkan industri kecil dan mikro.

Pada saat ini, berkembang kesadaran bahwa strategi yang memilih industrialisasi modern skala besar yang padat modal pada periode yang lalu telah gagal memecahkan persoalan-persoalan kemiskinan dan pengangguran global. Dari beberapa studi yang dilakukan oleh para Ahli dari Michigan State University di beberapa negara menunjukkan adanya kontribusi besar yang dapat disumbangkan oleh industri kecil dan mikro pada lapangan kerja dan penghasilan (Chapra, 2000).



Beberapa negara maju, seperti Italia, Jerman, dan Jepang, malah lebih dahulu menyadari potensi usaha mikro dan kecil dalam menciptakan lapangan kerja, serta memperkenalkan tindakan-tindakan untuk menggalakkan industri mikro dan kecil dengan konsep kemitraan dengan industri menengah dan besar (Perry, 1999).

Sebagaimana yang terjadi di berbagai daerah, angka pencari kerja meningkat dari tahun ke tahun. Namun, pertambahan kesempatan kerja tidak meningkat dengan signifikan. Sehingga angka pengangguran terus bertambah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah, sebagai pemegang otonomi di daerah, seharusnya mampu membuat kebijakan yang dapat mengembangkan usaha skala mikro dan kecil di daerahnya, bukan hanya mengejar pendirian usaha-usaha berskala besar dan menengah. Dengan demikian, diharapkan, dapat memperluas kesempatan kerja dan peluang berwirausaha bagi seluruh masyarakat. Pendirian usaha mikro dan kecil yang padat karya akan membantu penyediaan lapangan kerja produktif bagi semua anggota masyarakat sehingga akan mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Upaya beberapa Pemerintah Daerah, saat ini, membuat kebijakan peningkatan upah minimum daerah bukanlah satu-satunya jalan bagi pengurangan kemiskinan. Karena, hal itu, seringkali menjadi kontra produktif bagi sebuah perusahaan atau industri, dengan alasan menambah ongkos produksi. Sedangkan, kesempatan berwirausaha jika dikelola dengan baik akan mempunyai potensi lebih besar dalam meningkatkan basis-basis asset individual daripada sekedar menerima upah sebagai pekerja.
Hal klasik yang selalu dipersoalkan mengapa pelaku usaha kecil dan mikro, tidak dapat berkembang adalah karena tidak tersedianya sumber dana sebagai modal guna menjalankan usahanya. Apabila dikaji secara mendalam, sebenarnya dana saja tidak cukup untuk mengembangkan sebuah usaha. Jika kita lihat sebelumnya, berapa banyak program bantuan dana berupa pinjaman yang dikucurkan pemerintah pusat untuk mengembangkan berbagai usaha sektor mikro dan kecil yang tidak membawa hasil tetapi malah membuat usaha yang telah berjalan menjadi gulung tikar. Kondisi tersebut terjadi karena ketidakmampuan pelaku usaha kecil dan mikro bersaing dalam mengembangkan usaha. Sehingga, akhirnya, pinjaman dana yang diperoleh malah menjadi beban yang memberatkan usaha yang telah dijalankan sebelumnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu bentuk kemitraan yang bertujuan agar para pelaku usaha mikro tidak terpinggirkan, tetapi dapat diberdayakan sebagai salah satu pilar pembangunan di berbagai daerah. Kemitraan tersebut dibangun dalam satu kondisi pasar yang sehat. Sebenarnya, pada masa lalu, telah banyak dibuat berbagai macam program kemitraan untuk mengembangkan usaha mikro guna mengentaskan kemiskinan. Namun sebagian besar program kemitraan itu tidak berumur panjang, yang bergema hanya pada saat pencanangan program dan kemudian menghilang begitu saja seiring berjalannya waktu.
Walaupun demikian, ada beberapa program kemitraan yang berumur cukup panjang dan dapat menjadi pelajaran dalam membuat program-program kemitraan sebagai upaya memberdayakan dan memperkuat usaha mikro dalam pembangunan sosial ekonomi di berbagai daerah.
Prioritas pembangunan nasional yang dijabarkan dalam RPJM 2010-2014 terdapat 11 butir, antara lain penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang disebut terakhir menuntut tidak hanya pertumbuhan ekonomi tinggi, namun juga pertumbuhan ekonomi berkualitas (inklusif) dan berkeadilan. Tantangan utama pembangunan ke depan tentu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan.
Sejak 2005, rata-rata setiap satu persen pertumbuhan ekonomi dapat menyerap tenaga kerja baru sekitar 400.000 orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan makin meningkat sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah dalam mening-katkan investasi melalui perbaikan infrastruktur dan berbagai kebijakan lainnya.
Implementasi program-program ini terus dilakukan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, agar dapat menikmati hasil-hasil pembangunan. Dilanjutkannya berbagai langkah antara lain melalui pemberian subsidi, bantuan sosial, program keluarga harapan (PKH), PNPM Mandiri, dan dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan koperasi melalui program kredit usaha rakyat (KUR). Program ini, apabila dilaksanakan dengan benar dan tepat sasaran, dapat membantu pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang tidak atau belum mampu dipenuhi dari kemampuan mereka sendiri.
Berbagai program dan upaya harus terus dilaksanakan pemerintah, seperti perluasan kesempatan kerja, pemberian subsidi, bantuan sosial dan lain-lain.Ini penting untuk mengurangi pengangguran di Indonesia. Begitu juga untuk menciptakan pembangunan ekonomi berkualitas dan berkeadilan, berbagai langkah perlu dilakukan untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Tentu untuk merealisasikannya diperlukan penyempurnaan peraturan mengenai ketenagakerjaan, pelaksanaan negosiasi tripartit, serta penyusunan standar kompetensi, penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri.






Kesimpulan

Mengatasi masalah pengangguran memang membutuhkan peran serta banyak pihak. Pengangguran merupakan masalah ekonomi yang bisa berdampak menjadi masalah sosial. Kebutuhan akan pekerjaan terkait erat akan kebutuhan masyarakat dalam memenuhi hajat hidupnya. Untuk itu dalam masalah pengangguran ini diperlukan koordinasi yang terpadu antara pemerintah, dunia usaha dan dunia pendidikan.
Masalah pengangguran menjadi sedikit terpecahkan apabila muncul keinginan untuk menciptakan lapangan usaha sendiri atau berwiraswasta yang berhasil. Cara ini sebenarnya berpeluang besar dalam mengurangi pengangguran dalam masyarakat, karena dalam berwiraswasta tidak menuntut pendidikan yang tinggi. Namun biasanya yang dibutuhkan hanya sedikit modal dan keuletan dalam menjalankan usahanya.
Kehadiran dan peranan wirausaha akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan perekonomian dan perbaikan pada keadaan ekonomi. Karena wirausaha dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, meningkatkan pemerataan pendapatan, memanfaatkan dan memobilisasi sumberdaya untuk meningkatkan produktivitas nasional,sektor informal merupakan alternatif yang dapat membantu menyerap pengangguran.
Jadi, jawaban atau solusi untuk masalah pengentasan pengangguran adalah berwirausaha mikro dengan modal ringan untuk menabung dalam jangka panjang, karena usaha mikro butuh proses dan pengembangan usaha dalam jangka waktu yang lama.


0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates