BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berpikir
merupakan kata yang tentunya sudah lazim kita dengar. Bahkan berpikir dilakukan
oleh semua orang dalam bertindak dan lain sebagainya. Namun, tidak semua orang
mengetahui makna dari kata berpikir itu sendiri. Berpikir merupakan obyek
material logika. Obyek berpikir meliputi kegiatan pikiran, akal budi manusia
dan lain sebagainya. Dengan berpikir, manusia mengolah dan mengerjakan
pengetahuan yang telah diperolehnya sehingga dapat memperoleh kebenaran.
Pengolahan, pengerjaan ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan,
membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang
lain.
Obyek
material logika bukanlah bahan-bahan kimia atau salah satu bahasa. Akan tetapi,
bukan sembarangan berpikir yang diselelidiki dalam logika, melainkan dalam
logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatan. Oleh karena itu,
berpikir lurus, tepat, merupakan obyek formal logika. Kapan suatu pemikiran
disebut lurus? Suatu pemikiran disebut lurus, tepat, apabila pemikiran itu
sesuai dengan hukum-hukum dan aturan-aturan yang ditetapkan dalam logika. Jika
peraturan-peraturan itu ditepati, tentu berbagai kesalahan atau kesesatan dapat
dihindarkan. Jadi, kebenaran juga dapat diperoleh dengan lebih mudah dan lebih
aman. Semua ini menunjukkan bahwa logika merupakan suatu pegangan atau pedoman
untuk pemikiran.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa terkadang dalam proses berpikir, sering terjadi kekeliruan
dalam menafsirkan atau menarik suatu kesimpulan. Kekeliruan atau kesalahan
dalam proses berpikir tersebut disebut dengan salah nalar. Pengertian lain
mengatakan bahwa salah nalar merupakan gagasan, pikiran, kepercayaan, atau
simpulan yang salah, keliru, atau cacat. Kekeliruan dapat terjadi dikarenakan
oleh beberapa faktor, yaitu faktor emosional, kecerobohan, atau ketidaktahuan.
Kekeliruan dapat dihindari dengan
mengkaji terlebih dahulu sesuatu sebelum kita menafsirkan atau menarik
sebuah kesimpulan.
Berdasarkan
uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas secara lebih mendalam mengenai
salah nalar.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
a.
Apa saja
macam-macam salah nalar?
b.
Mengapa
salah nalar sering terjadi?
c.
Apa saja
faktor penyebab terjadinya salah nalar?
d.
Bagaimana
cara mengatasi dan menghindari salah nalar?
C.
Tujuan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk
mengetahui apa saja macam-macam salah
nalar.
b.
Untuk
mengetahui mengapa salah nalar sering terjadi.
c.
Untuk
mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya salah nalar.
d. Untuk
mengetahui bagaimana cara mengatasi dan menghindari salah nalar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Macam-macam Salah Nalar
Komunikasi
yang baik adalah komunikasi yang tepat pada sasarannya. Oleh karena itu, dalam
berkomunikasi perlu untuk kita perhatikan kalimat dalam berbahasa Indonesia
secara cermat sehingga salah nalar dapat terminimalisasikan. Ada beberapa macam
salah nalar, yaitu sebagai berikut :
1.
Generalisasi yang Terlalu Luas
Salah nalar
jenis ini disebabkan oleh jumlah premis
yang mendukung generalisasi tidak
seimbang dengan besarnya generalisasi
tersebut sehingga kesimpulan yang diambil menjadi salah. Selain itu, salah
nalar jenis ini terjadi dikarenakan kurangnya data yang dijadikan dasar
generalisasi, sikap “menggampangkan”, malas untuk mengumpulkan dan menguji data
secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yang
terbatas.
Premis
adalah kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan simpulan di dalam
logika. Sementara itu yang dimaksud dengan generalisasi adalah perihal membuat
suatu gagasan lebih sederhana dari pada yang sebenarnya. Contoh Generalisasi
yang terlalu luas sebagai
berikut:
a)
Setiap orang
yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.
b)
Anak-anak
tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah.
Ada dua bentuk kesalahan
generalisasi yang biasa muncul. Dua bentuk kesalahan tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Generalisasi Sepintas
Kesalahan
ini terjadi dikarenakan penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau
evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan
sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Masih banyak faktor penentu lain yang terlibat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
Pernyataan tersebut tidaklah benar karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Masih banyak faktor penentu lain yang terlibat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
b.
Generalisasi Apriori
Salah nalar
ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau
peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak
penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota dari
suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi, dan
pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua
anggota kelompok itu disimpulkan sama. Contoh: semua pejabat pemerintah
melakukan tindakan korupsi. Benarkah pernyataan tersebut? Silahkan Anda jawab.
2.
Kerancuan Analogi
Salah nalar
ini dapat terjadi bila orang menganalogikan
sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan
memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain. Analogi adalah persamaan
atau persesuaian antara dua benda atau hal yg berlainan, kiasan. Contoh dari
kerancuan analogi adalah sebagai berikut:
a)
Anto
walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.
b)
Pada hari
senin Patriana kuliah mengendarai sepeda motor. Pada hari selasa Patriana
kuliah juga mengendarai sepeda motor. Pada hari rabu patriana kuliah pasti
mengendarai sepeda motor.
c)
Rektor harus
memimpin universitas seperti jenderal memimpin devisi.
3.
Kekeliruan kausalitas (sebab-akibat)
Kekeliruan
kausalitas terjadi karena kekeliruan menentukan dengan tepat sebab dari suatu
peristiwa atau hasil (akibat) dari suatu peristiwa atau kejadian. Contoh dari
kekeliruan kausalitas (sebab-akibat) adalah sebagai berikut:
a)
Saya tidak
bisa berenang karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b)
Saya tidak
dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan.
4.
Kesalahan Relevansi
Kesalahan
ini akan terjadi jika antar premis tidak punya hubungan logika dengan
kesimpulan. Misalnya, bukti peristiwa atau alasan yang diajukan tidak
berhubungan atau tidak menunjang konklusi. Jadi, perlu berhati-hati, ketika
sebuah argumen bergantung pada premis yang tidak relevan dengan konklusi, maka
tidak mungkin dibangun kebenarannya. Terdapat beberapa jenis kesesatan
relevansi yang umum dikenal, berikut penjelasannya:
a)
Argumentum
ad hominem: terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima
atau menolak suatu usulan, tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi
karena alasan yang berhubungan dengan kepentingan si pembuat usul.
b)
Argumentum
ad verecundiam: terjadi karena orang yang mengemukakannya adalah orang
yang berwibawa dan dapat dipercaya, jadi bukan terjadi karena penalaran logis.
c)
Argumentum
ad baculum (menampilkan kekuasaan): terjadi apabila orang menolak atau
menerima suatu argumen bukan atas dasar penalaran logis, melainkan karena
ancaman atau terror (bisa juga karena faktor kekuatan/kekuasaan).
d)
Argumentum
ad populum (menampilkan emosi): artinya ialah ditujukan untuk
massa/rakyat. Pembuktian secara logis tidak diperlukan, dan mengutamakan
prinsip menggugah perasaan massa sehingga emosinya terbakar dan akhirnya akan
menerima sesuatu konklusi tertentu. Contoh sederhananya seperti demonstrasi dan
propaganda.
e)
Argumentum
ad misericordian (menampilkan rasa kasihan): disebabkan karena adanya rasa belas
kasihan. Maksudnya, penalaran ini ditunjukkan untuk menimbulkan belas kasihan
sehingga pernyataan dapat diterima, dan biasanya berhubungan dengan usaha agar
suatu perbuatan dimaafkan.
f)
Post hoc
propter hoc: terjadi karena orang menganggap sesuatu sebagai sebab,
padahal bukan. Pada suatu urutan peristiwa, orang menunjukkan apa yang terjadi
lebih dahulu adalah penyebab peristiwa yang terjadi sesudahnya, padahal bukan.
g)
Petitio
principii: berarti mengajukan pertanyaan dengan mengamsusikan
kebenaran dari apa yang berusaha untuk dibuktikan, dalam upaya untuk
membuktikannya. Dikenal dengan pernyataan berupa pengulangan prinsip dengan
prinsip.
h)
Argumentum
ad ignorantiam (argumen dari keridaktahuan): kesalahan terjadi ketika berargumen
bahwa proposisi adalah benar hanya atas dasar bahwa belum terbukti salah, atau
bahwa itu adalah salah karena belum terbukti benar.
i)
Ignorantia
elenchi: terjadi karena tidak adanya hubungan logis antara premis dan konklusi.
5.
Penyandaran Terhadap Prestise
Seseorang
Salah nalar
disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya
karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan
ahlinya. Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu
di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
a) Orang itu
diakui keahliannya oleh orang lain.
b) Pernyataan yang
dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
c)
Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya.
Hal tersebut mengindikasikan kita
sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut
merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial
ekonominya.
B.
Mengapa Salah Nalar Sering Terjadi
Salah nalar
sering terjadi karena disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud. Contoh penyebab yang salah nalar
adalah sebagai berikut:
a)
Hendra
mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam
leluhurnya.
b)
Anak wanita
dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.
C.
Faktor Penyebab Terjadinya Salah
Nalar
Terjadinya
salah nalar, disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Analogi yang
Salah
Salah nalar ini dapat terjadi bila
orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah
satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.
Contoh: Anto walaupun lulusan
Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.
2.
Argumentasi
Bidik Orang
Salah nalar jenis ini disebabkan
oleh sikap menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya.
Contoh: Program keluarga berencana
tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas penyuluhannya memiliki enam
orang anak
D.
Cara Mengatasi dan Menghindari Salah
Nalar
Ada beberapa
cara untuk mengatasi dan menghindari salah nalar. Cara-cara tersebut adalah
sebagai berikut:
a)
Memilih kata
dengan baik;
b)
Harus
mengetahui teori dasar dalam berpikir;
c)
Sering
membaca buku agar memiliki wawasan yang luas;
d)
Memikirkan
perkataan atau kalimat sebelum diucapkan;
e)
Menguasai
bahasa Indonesia dengan baik dan benar;
f)
Jangan
menyimpulkan premis dengan cepat;
g)
Dapat
berkomunikasi dengan baik;
h)
Tidak cepat
menafsirkan atau menarik kesimpulan sebelum dikaji terlebih dahulu
kebenarannya; dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
jawaban dari rumusan masalah seperti yang telah dipaparkan pada Bab II, maka
penulis dapat menyimpulkan beberapa hal, yaitu:
1.
Komunikasi
yang baik adalah komunikasi yang tepat pada sasarannya. Oleh karena itu, dalam
berkomunikasi perlu untuk kita perhatikan kalimat dalam berbahasa Indonesia
secara cermat sehingga salah nalar dapat terminimalisasikan. Jika tidak maka
akan terjadi salah nalar.
2.
Salah nalar
sering terjadi karena disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud.
3.
Salah nalar
ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan
anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada
segi yang lain
4.
Sesungguhnya
salah nalar dapat dihindari dengan mempelajari teori dalam berlogika.
B.
Saran
Berdasarkan
jawaban dari rumusan masalah seperti yang telah dipaparkan pada Bab II, maka
penulis dapat menyarankan beberapa hal, yaitu:
1.
Sebaiknya
kita tidak cepat menafsirkan atau menarik kesimpulan sebelum dikaji terlebih
dahulu kebenarannya; dan lain-lain.
2.
Sebaiknya
kita memikirkan perkataan atau kalimat sebelum diucapkan agar pembicaraan
terstruktur dengan baik.
3.
Sebaiknya
sering membaca buku agar memiliki wawasan yang luas.
4.
Sebaiknya Jangan menyimpulkan premis dengan
cepat.
0 komentar:
Posting Komentar